Selasa, 25 Juni 2024

NGRANTES

 

Dening Niken Haidar



Adohe dalan uwis kajangkah. Sewu kutho uga uwis kasambangi. Mung  ngolek tamba ngrantese ati. Usadani wong kangen kang nunjem ing ati.

Pancen durung suwe anggonku kenal Kang Sohimin. Priyantun lembah manah. Suabar poll. Ora ana tandingane. masiya yen tak rasa. Praupane ta ora pati nganteng malah kaya Zuneyo. Tutik untune metu titik jarene wong-wong.

Ning piye maneh jenenge tresna, ora ana sing eruh. Watese benci lan cinta iku tipis banget. Jare lagu iku, benci iku bener-bener cinta. Lha dalah nyatane aku dewe kang ngalami. Mula bareng weruh Kang Sohimin lunga saka desa, aku uga cancut tali wanda ngoleki. Telik sandi tak sebar. Iki dina entuk setitik terange ati. Jare Kang Sohimin tuku omah anyar ana perumahan elit. Gage wae alamat kang kacekel ing tangan tak jujug. Teka plataran ana wanita STW dasteran wetenge guede banget. Ora watara suwe katon Kang Sohimin ngandeng boyoke kanthi mesra. Ajur mumur rasane ati, kok becik awak iki. Atase kaya Zuneyo tak labuhi ngetan bali ngulon mung jebule uwis dadi duweke liyan. Ealah ngrantes maneh jum-jum. (aulamoker25062024)

Minggu, 16 Juni 2024

ISIH ANA ING ATIKU

 Dening Niken Haidar



 Ati kang layu

Ngilangake rasa ing dhasar samodra biru

Tali endahing asmara

Antarane aku klawan ndika

Kabur kanginan, katerak drajat pangkat kang kasat mata

 

Benang abang kang takiket ing jari manis

Ora kuwawa nahan godhane donya

Sliramu lunga gandheng priya liya

 

Lara pancen lara

Masiya uwis takampet ing njero dhadha

Ning atiku ora trima

Merga nganti saiki wewayangmu isih ngalela

Datan gelem lunga

Nyatane rasa tresna isih nunjem ana ing njero dhadha

Labkom16062024Mojokerto

Sabtu, 15 Juni 2024

AKU, KAMU BONEKA

 



Karya Niken Haidar




    Indah sejuta pesona, maghligai pernikahan yang di atas namakan cinta. Rembulan bintang seakan terus bersinar dalam jiwa. Itu hanyalah mimpi. Setelah kau habiskan maduku, sesap lenyap cintaku. Serigala busuk terpancar dirona wajah tampanmu. Pernikahan bak neraka di dunia. Demi sebuah janji yang kita ucap, demi cinta yang dulu kita jalin. Kini  nestapa yang kudapatkan.

    Entah apa yang ada dalam pikirannya. Rumah hanyalah sebuah tempat singah sesaat. Segudang benih cinta kau tebarkan dimanapun persinggahan. Diam, hanya terdiam yang bisa kulakukan. Setitik kata yang terucap. Nota merah tergambar di pipi nan kerontang. Sendiri. Berdiri di pojok kamar tanpa daya kulalui hari jadi bonekamu. Terpenjara ambigu rasa yang makin membiru. 

    Rintih lembut, gelanyut manja,  dara manis dalam dekapanmu. Bercumbu hina tanpa rasa malu. Aku hanya terdiam membisu. Kurangkul boneka putih seputih salju. Sebilah gunting tancapkan cinta terakhir. Cucuran darah memerahkan kemeja putih. Semakin merah semakin rasa hati ini.Berdarah dan berdarah bisik hatiku. “Dik..!! Tolong! Tolong! “ teriakmu dari balik kelambu . Aku hanya terdiam. Karena kau sekarang bonekaku Mas , bukan aku yang jadi bonekamu lagi.

Labkom15020624mojokerto

#inihanyaceritayagyus

Senin, 03 Juni 2024

SAATNYA MELEPAS GENGGAMANMU

 By Niken Haidar


Menjadi seorang istri yang juga bekerja menjadikan aku seorang yang  harus bisa menggelola pikiran dan tenaga  bukan hanya keuangan dan keluarga. Suami dan saya memiliki pekerjaan yang sama menjadi seorang guru tetapi di tempat dan jenjang yang berbeda. Kami sama-sama bergerak di bidang seni hanya berbeda alur, aku lulusan seni tari sedangkan suami lulusan seni rupa, ada imbal baliknya ketika kami mengajar apabila ada ketidaktahuan di bidang yang dulunya tidak ada di pembelajaran ,kami saling berbagi untuk meningkatkan pengetahuan selain juga harus selalu mengikuti perkembangan pendidikan melalui buku dan internet. Tipe prefectionis adalah milik suami, sedangkan aku lebih menyandarkan semuanya di semaksimal mungkin usaha, kekurangan dalam pekerjaan adalah kewajaran yang penting kita sudah melakukan yang terbaik. Bila ada masalah apapun bukan keputusan yang terambil secara tergesa tetapi rangkaian jalan yang terbaik yang selalu aku coba menguraikan, mungkin juga karena terbiasa lama mengajar di berbagai lembaga sekolah mulai tingkat anak, sekolah dasar, menengah hingga pernah memberikan materi diklat ibu-ibu guru , yang problematikanya beraneka ragam.

Problem hidup melanda kami di tengah-tengah kesuksesan suami membimbing prestasi siswa-siswinya. Rasa senang dan bahagianya beliau ketika mengerjakan proyek kesenian bersama dengan putra kami yang juga memiliki darah seni di musik dan rupa, sehingga melenyapkan rasa lelah yang melanda suami. Semangat yang bisa dikatakan menggebu-gebu melupakan kesehatan yang harus di jaganya, nota bene suami memiliki keturunan tekanan darah tinggi dan jantung.Tak pelak tepat di tengah proses mengerjakan proyek suami jatuh sakit yang awalnya hanya di anggap ringan, tekanan darahnya naik itu saja. Hingga di satu sore sebelum hari ulang tahunku bukan hadiah yang kuterima , malah detik mendebarkan merangkul lemah suamiku yang lunglai hampir tak sadarkan diri di dalam kamar tidak bisa mengucapkan kata-kata. Dengan di bopong bersama dengan putraku, kami naikkan suami ke dalam mobil, dan sesekali ku sebut namanya agar tidak pingsan. Begitu memasuki di unit gawat darurat saat menjalani observasi dulu sesaat sebelum memasuki kamar opname di situlah tak ada seorangpun  yang menungguinya karena saya harus menggurusi administrasi aku tidak tahu ketika memasuki kamar beliau hanya tidur dengan tenangnya. Ternyata di situlah terjadinya infrag berhentinya aliran oksigen ke otak yang biasanya di sebut orang awan stroke.

Meraba-raba apa yang sedang dialami oleh suamiku karena tidak ada kejelasan, penyakitnya apa, sedangkan sudah seharian penuh suamiku tak bangun hanya tertidur lelap. Setelah hari berikutnya bangun hanya tetesan air mata dari suamiku yang keluar tak ada sepatah katapun yang terucap sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang ingin di ungkapkan. Hanya duduk diam menunduk yang di lakukan ketika bangun, jalan tertatih, dan seolah seperti anak bayi lagi. Tak ingat orang perorang siapa saja yang mengunjunginya. Antara ingatan sadar dan tidaknya hanya pulang dan sekolah yang di ingatnya. Ketika di tanya beliau merasa bangun tidur dari kamarnya sendiri , mengapa bisa berada di rumah sakit. Rasa sesak dalam dada tak bisa kutumpahkan dalam tanggisan karena aku harus tegar di depan anak-anakku yang masih kecil. Meski terkadang di malam sholatku tak terasa tetesan embun menetes dari pelupuk mata. Genap satu minggu opname di rumah sakit tak bisa sembuh seratus persen seperti sediakala. Di rumah inilah peran istri peran perawat merangkap psikiater harus kulakukan sambil belajar dari internet. Sakit apakah suamiku? Masih menjadikan sebuah pertanyaan yang tak ada jawabannya karena ketika kontrol tensi dan yang lainnya normal tetapi mengapa beliau lemah lunglai seperti orang yang tak ada semangat hidup sama sekali.

Semakin hari suara dan senyum suamiku semakin menghilang. Petikan gitarnya rengkuh lembutnya, tawa riang membahana hilang lenyap, tinggal tatapan sayu kosong tak ada gairah kehidupan.  Hal ini membuatku tidak bisa membuatku bekerja dengan nyaman, beliau seperti bayi yang takut ku tinggalkan. Sering kali di waktu jeda jam mengajar ku sempatkan pulang dulu meski lokasi rumah dengan seolah kurang lebih berjarak 15 kilo meter, menenggoknya, memeluknya ataupun mengelusnya, memberikan kedamaian. Hampir dua minggu kata yang terucap masih terbata-bata, dengan membaca buku dan browsing sisi-sisi penyebab dan penanggulangan stroke, aku melakukan terapi psikologis sendiri setiap hari dengan jalan bercerita dan mengajak suami setiap hari untuk menginggat-ingat segala romantika perjalanan hidup yang kita lalui bersama disaat dulu kuliah dengan sedikit-demi sedikit mengulangi sejauh mana ingatan beliau. Tak bisa kubayangkan sebegitu hebatnya hilang memory suamiku seakan lenyap di telan bumi seakan kosong yang di pikirkan.

Di tengah ke galauku Allah memberikan jalan lewat saudara yang berprosesi sebagai perawat mengajak konsultasi ke dokter jiwa atau psikiater. Dheg ! seolah berhenti detak jantungku. Tetapi yang kupikirkan terbaca oleh saudaraku, yang mengatakan tidak semua orang yang datang ke psikiater adalah orang stress atau gila, ke dokter psikiater adalah solusi psikologi bagi siapapun yang terkena penyakit terutama stroke.

            Sore itu kami akhirnya konsultasi ke dokter psikiater, dengan menggenggam tanganku erat kami memasuki ruang dokter. Barulah ku tahu di mana kejanggalan yang membuat kelinglungan yang selama ini diindap penyakit suamiku. Dokter menyarankan untuk cityscan otak, biar kita tahu separah apakah derita stroke yang dialaminya. Malam itu juga dengan menuruti nasehat dokter akhirnya kami memasukan suami opname  di salah satu rumah sakit yang memiliki alat cityscan. Besok harinya di jelaskanlah apa penyebab hilangnya ingatan suamiku, ternyata di otaknya ada setitik pembekuan darah disebabkan aliran oksigen ke otak terhenti kemungkinan kelelahan , kurang asupan air minum dan terlalu banyak merokok. Dalam hatiku berkata hanya setitik nota di otak begitu hebatnya kerusakkan yang terjadi. Setitik kelalaian menjaga diri sendiri sebegitu hebatnya resiko yang melanda. Subhanallah, begitu hebatnya sel-sel yang terkoordinir di setiap raga ini. Sambil menunggui opname selalu ku sempatkan untuk mencari tahu solusi-solusi yang terbaik untuk menangulanginya dari membaca atau browsing, hingga obat apapun aku harus tahu fungsinya untuk apa, karena begitu banyak obat yang harus diminum. Belum satu minggu di tengah kesadaran suamiku mulai timbul beliau memaksa pulang, ku katakan kalau masih harus tinggal dua hari lagi di rumah sakit , amarahlah yang kuterima. Sabar dan diam hanya itu kata yang selalu ku coba ingat dalam hatiku. Kudatangi admin rumah sakit aku mengajukan surat paksa pasien pulang. Rasa tak sabar menyelimuti suamiku, infus di cabut sendiri keluar masuk pintu kamar ingin segera pulang, marah-marah di lakukan, diam dan diam yang bisa kulakukan karena bila banyak kata yang kuucapkan akan semakin menyulut kemarahan.

Tiba di rumah kami mendapatkan teman dan saudara yang mengunjungi dengan berbagai saran yang mengajak berobat kesana dan kemari dengan berbagai cerita, terima kasih kuucapkan begitu banyak yang pehatian kepada kami. Bukannya kami sombong ataupun kami malas, kami benar-benar ingin menyembuhkan suami dengan pengobatan yang benar bukan karena katanya. Dari kami chatting dari kakak suami memberi info obat herbal dari negeri cina untuk di minumkan. Kucari di apotik di kotaku tak ada satupun yang berjualan, begitu sulitnya obat yang kucari, Alhamdullillah di Surabaya kami mendapatkannya. Malam harinya ku minumkan obat tersebut. Saat bangun pagi tergopoh-gopoh aku mencarinya, karena biasanya selalu membangunkanku bila akan keluar kamar karena tidak bisa berjalan tanpa ku genggam tangannya, kuteriakkan namanya aku takut beliau jatuh di kamar mandi. Alhamdullillah sambil tersenyum beliau menjawab panggilanku dan berkata aku sudah bisa berjalan lagi dan memelukku. Syukur tak terhingga yang ku panjatkan kepadaNya. Mulai sedikit demi sedikit rasa kepercayaan dirinya timbul dan keinginan sembuhnya sangat besar. Berobat tetap rutin di lakukan sambil juga terapi senam otak, terapi bicara yang dapat ku bimbing sendiri hanya terapi akupuntur dan pijat syaraf aku tak berani kulakukan masih membutuhkan jasa orang lain. Berangsur-angsur dengan pasti kesembuhan mulai nampak meski tidak langsung sembuh seperti sedia kala, harus tetap menjaga kesehatan pola makan dan pola tidur. Sekarangpun masih ku ajak untuk terus menggali pengetahuan apapun dari kusodori membaca antalogi cerpen, hingga browsing pendataan apapun yang berkenaan dengan pembelajarannya dalam proses belajar mengajar. Satu hal yang menguatkan kami bersama sederas ombak gelombang hidup bila kita saling bersyukur kepadaNya dan mengenggam tangan bersama InsyaAllah jalan akan terang.Namun takdir lebih berpihak pada umat yang mencinta Kekasih Abadi-Nya, kembali pada-Nya dengan cinta abadi.(Al fatehah untuk Mas Imam Efendi yang telah kembali padaNya, Allah lebih mencintainya memberikan rasa sakit sebagai rasa cinta-Nya, selamat mimpi indah suamiku dalam tidur panjangmu)






A Sprig of Carnations

  By Niken Haidar                                                                     ilustrasi google A sprig of carnations you gave me...